Custom Search

ti.co.id

Senin, 16 Januari 2012

Sejarah Agama islam di Indonesia di Kerajaan Pajang

Dalam sejarah Pajang adalah pemegang kendali kekuasaan kerajaan islam jawa setelah demak. Ada sejarahwan yang mengatakan bahwa sebenarnya pajang belumlah berbentuk kesultanan dan rajanya tidak bergelar sultan. Pajang, kata sejarahwan tersebut masih berbentuk kadipaten. Namun, demi mudahnya, kita memakai pendapat pertama dengan menyebut pajang sebagai kesultanan.
Kesultanan pajang terletak di daerah kartasura (dekat surakarta atau solo), Jawa tengah. Kesultanan ini merupakan kerajaan islam pertama yang terletak di daerah pedalaman. Sebelumnya, kerajaan islam selalu berada di daerah pesisir, karena islam datang melalui para pedagang dari asia barat yang berlabuh di pesisir.
Sultan pertama pajang adalah mas kerebet. Ia berasal dari pangging, desa di lereng Gunung Merapi sebelah tenggara. Mas kerebet adalah anak penguasa pengging terakhir, handayaningrat, yang dihukum mati oleh sultan Kudus. Hukuman mati itu diberikan karena Handayaningrat mengikuti ajaran syekh Siti Jenar yang dianggap sesat. Mas karebet memiliki nama lain, yakni Jaka Tingkir. Tingkir adalah nama tempat mas Kerebet dibesarkan.
Syahdan, seekor banteng mengamuk di demak. Sebuah sayembara pun diadakan di Demak. Kesultanan demak menyatakan bahwa siapa saja yang dapat menaklukkan banteng itu, akan diangkat sebagai punggawa kesultanan. Jaka tingkir mengikuti sayembara tersebut, dan ia berhasil melumpuhkan si banteng. Karenanya, Jaka Tingkir diterima mengabdi, bahkan kemudian menjadi menantu Sultan Trenggana dan diberi sebuah wilayah bernama pajang, dengan Jaka Tikir sebagai adipatinya.
Setelah sultan trenggana meninggal pada tahun 1546, anaknya yang bernama Sunan Prawoto diangkat sebagai penggantinya. Akan tetapi, ia kemudian meninggal terbunuh dalam perebutan kekuasaan oleh keponakannya sendiri, yaitu Arya Panangsang.
Selanjutnya, Arya Penangsang menjadi penguasa demak. Namun karena kadipaten pajang juga telah beranjak kuat dan memiliki wilayah yang luas terjadilah pertentangan antara jaka tingkir dan arya penangsang. Dengan bantuan dari kadipaten-kadipaten lainnya yang juga tidak menyukai arya penangsang, jaka tingkir akhirnya berhasil membunuh Arya Penangsang.
Kisah menaklukan arya penangsang terekam di dalam cerita babad, tentu saja dengan bumbu-bumbus mitos. Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, Jaka Tingkir mendapat bantuan dari tiga orang yaknik Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, Ki Juru Mertani. Arya Penangsang terkenal sakti, karena merupakan murid utama sunan Kudus, senapati perang kerajaan demak. Untuk menghadapi kesaktian penangsang, ketiga orang itu membuat strategi.
Taktik dijalankan, awalnya dengan menangkap dan melukai telinga kuda kesayangan Arya Penangsang, Gagak Rimang. Kuda itu kemudian dikembalikan ke kandangnya. Mengetahui hal itu, Arya Penangsang sangat murka, dan langsung mencari yang dianggap bertanggung jawab.
Dilihatnya, orang yang melekuia Gagang Rimang lari ke tepi Bengawan Solo, Maka arya penangsang mengejarnya. Di sana pasukan ki pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Juru Martani sudah menunggu. Saat itu danang Sutawijaya anak ki Gede Mataram, sudah menunggu di balik gerumul semak di seberang sungai.
Ketika Arya penangsang tiba di tepi bengawan, diseberang dilepaskan seekor kuda betina. Maka, gagak rimang langsung mengejar kuda betina tersebut tanpa bisa dikendalikan, dan menyeberangi bengawan solo. Di seberang bengawan, Danang Sutawijaya sudah siap, menghunus tombank Kyai Plered. Begitu posisi dekat, Arya Penangsang ditikam dengan tombak di tangan Sutawijaya. Ia terjatuh, ususnya terburai. Namun, arya penangsang bangkit lagi, dan melilitkan ususnya di kerisnya, Kyai Setan Kober. Lantas ia menerjang sutawijaya, sambil menghunus kerisnya. Tetapi ia lupa, keris sakitnya terlilit ususnya sendiri, hingga malah menggores ususnya itu. arya penangsang tewas seketika.
Sebagai raja pajang, jaka tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya (1568 – 1582). Gelar itu disahkan oleh sunan Giri, dan segera mendapat pengakuan dari para adipati di jawa tengah dan jawa timur. Sebagai langkah pertama peneguhan kekuasaan, hadiwijaya memerintahkan agar semua benda pusaka demak dipindahkan ke Pajang. Setelah itu, ia menjadi salah satu raja yang paling berpengaruh di Jawa.
Sultan Hadiwijaya memperluas kekuasaannya di jawa pedalaman ke arah timur sampai daerah madiun, di aliran anak bengawan Solo yang terbesar. Tahun 1554, Blora, dekat Jipang, diduduki pula. Kediri ditundukannya pada tahun 1577. tahun 1581, sesudah usia sultan Hadiwijaya melampaui setengah baya, ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai sultan islam dari raja-raja terpenting di jawa timur.
Meskipun sultan hadiwijaya sangat berpengaruh dan kuat, akan tetapi pajang tidak mampu memperluas wilayah kekuasaannya ke daerah lautan. Bahkan madura pun tidak masuk dalam wilayah kekuasaan pajang. Mungkin, ini merupakan salah satu akibat posisi pajang yang berada terlalu masuk ke pedalaman jawa.
Meskipun perluasan wilayah tidak dapat dijalankan secara maksimal, selama pemerintahan hadiwijaya, bidang kesusastraan dan kesenian yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laut dikenal di pedalaman jawa. Pengaruh islam yang kaut di daerah pesisir pun menjalar dan tersebar ke pedalaman.
Hadiwijaya meninggal dunia pada tahun 1587. jenazahnya dimakamkan di Butuh, suatu daerah sebelah barat taman keraton pajang. Ia digantikan oleh menantunya, Arya Pangiri, anak Sunan Prawoto. Sebelum diangkat ke tahta pajang, Arya Pangiri adalah penguasa demak. Sementara itu, anak sultan Hadiwijaya, pangeran Benawa, disingkirkan oleh Arya Pangiri, dan dijadikan Adipati Jipang.
Pangeran Benawa lantas meminta bantuan danang Sutawijaya penguasa mataram, untuk menggulingkan Arya Pangiri. Mereka berhasil dan pangeran Benawa naik ke singgasana pajang. Meski demikian, benawa mengakhiri kekuasaannya dengan mengundurkan diri dari tahta, lalu memilih hidup mengabdi untuk agama.
Selanjutnya, kesultanan pajang kalah pamor terhadap kekuasaan Mataram. Sebagai pengganti pengeran benawa, raja mataram mengangkat Gagak bening. Namun, posisinya hanyalah sebagai adipati Pajang. Sayang, usianya tidak panjang. Ia meninggal pada tahun 1591. akhirnya, raja mataram mengangkat putra pangeran benawa sebagai adipati pajang. Riwayat kerajaan pajang bearkhi di tahun 1618.
sumber : Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, M. Hariwijaya, S. S., M.S.i.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

download